Dakwah kepada Allah, Antara Sembunyi dan Terang-terangan
الدَّعْوَةُ
إِلَى اللهِ بَيْنَ السِّرِّيَّةِ وَالْعَلاَنِيَّةِ وَالْاِسْتِدْلاَلِ لِذَلِكَ
Dakwah
kepada Allah, antara sembunyi dan terang-terangan beserta dalilnya
Sasaran
Materi:
- Mengetahui berbagai argumen
dakwah sirriyyah wal ‘alaniyah
- Mengetahui berbagai praktek
dakwah sirriyyah wal ‘alaniyah sepanjang sejarah, mulai dari nabi Nuh,
Nabi Muhammad, sampai pada dakwah masa kontemporer, dengan mengkaji
faktor-faktor yang melatar-belakanginya.
- Memiliki kemampuan analitik
untuk menentukan pilihan antara sirriyyah wal ‘alaniyyah dalam tataran
operasional.
Uraian
Materi:
Ketika berbicara tentang dakwah
sirriyyah dan ‘alaniyyah dalam dakwah, maka ada dua konteks pengertian yang
harus difahami: (1) Sebagai fase dakwah; (2) Sebagai sub fase dakwah tertentu.
Ketika Rasulullah s.a.w. berdakwah
di Makkah pertama kali, sejarah mencatat bahwa model dakwah yang beliau lakukan
adalah dengan cara sembunyi-sembunyi, yang hal itu berlangsung semenjak
turunnya wahyu pertama kali hingga masuk Islamnya Umar bin Khaththab. Setelah
Umar masuk Islam, maka fase dakwah berubah menjadi terang-terangan. Inilah yang
disebut dengan “dakwah sirriyyah dan ‘alaniyyah sebagai fase dakwah”.
Sedangkan “dakwah sirriyyah dan
‘alaniyyah sebagai sub fase dakwah” dapat terjadi di semua fase dakwah. Ini
lebih tepat dianggap sebagai strategi perjuangan dakwah. Misalnya adalah
penugasan-penugasan yang diberikan Rasul s.a.w. kepada beberapa sahabatnya di
fase dauly (setelah berdirinya Negara Madinah), untuk kepentingan dakwah,
contoh Hudzaifah bin Yaman yang ditugasi menerobos barisan musuh secara
sembunyi (sirriyyah) dan tidak perlu membuat kegaduhan di sana. Contoh lain
adalah islamnya Abdullah bin Salam (tokoh Yahudi). Ada pula seorang sahabat
yang menyembunyikan keislaman dari kaumnya, untuk melakukan misi adu domba agar
mereka tidak menyerang umat Islam.
Strategi
Dakwah Nabi Nuh ‘alaihissalam
Terlepas dari dua pengertian di
atas, yang jelas dakwah sirriyyah dan ‘alaniyyah sesungguhnya
adalah “strategi perjuangan” dalam berdakwah. Sejak zaman Nabi Nuh a.s. dakwah
secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan juga sudah dilakukan beliau
saat itu. Allah s.w.t. berfirman dalam QS. Nuh: 8-10:
ثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ
جِهَارًا.ثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (نوح: 8-10)
“Kemudian
sesungguhnya Aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara
terang-terangan. Kemudian sesungguhnya Aku (menyeru) mereka (lagi) dengan
terang-terangan dan dengan diam-diam. Maka Aku katakan kepada mereka:
‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun.” (QS. Nuh: 8-10)
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
Nabi Nuh a.s. pada mulanya melakukan dakwah secara diam-diam, kemudian secara
terang-terangan namun tidak juga berhasil. Dan terakhir kalinya Nabi Nuh a.s.
melakukan kedua cara itu dengan sekaligus. Demikian perjuangan beliau yang
tiada henti, berpikir dan sekaligus mempraktekkan segala bentuk strategi
perjuangan dakwah semaksimal mungkin.
Strategi
Dakwah Nabi Musa ‘alaihissalam
Ternyata model perjuangan dakwah
sembunyi-sembunyi juga dilakukan pada masa Nabi Musa a.s., hanya saja modelnya
yang berbeda. Pada masa Nabi Musa a.s. pelaku dakwah sirriyyah bukanlah
Nabi Musa a.s., namun sebagian kader dakwah yang memungkinkan posisinya. Ini
sebenarnya adalah strategi yang dilakukan oleh Musa a.s. Setidak-tidaknya ada
dua atau tiga orang pelaku dakwah sirriyyah, sebagaimana disebut dalam ayat
berikut:
وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آَلِ
فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ أَتَقْتُلُونَ رَجُلًا أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ
اللَّهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ وَإِنْ يَكُ كَاذِبًا
فَعَلَيْهِ كَذِبُهُ وَإِنْ يَكُ صَادِقًا يُصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِي يَعِدُكُمْ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ (غافر: 28)
“Dan
seorang laki-laki yang beriman di antara keluarga Fir’aun yang menyembunyikan
imannya berkata: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki Karena dia
menyatakan: “Tuhanku ialah Allah padahal dia telah datang kepadamu dengan
membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. dan jika ia seorang pendusta Maka
dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu. Akan tetapi jika ia seorang yang
benar niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu”.
Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi
pendusta.” (QS. Ghafir: 28)
Dalam tafsir Ath-thabary disebutkan
ada dua riwayat: Pertama, lelaki itu adalah anak paman Fir’aun; Kedua: Lelaki
itu bernama Jibril (kerabat Fir’aun). Ibnu Abbas mengatakan bahwa tidak ada
yang beriman dari keluarga Fir’aun kecuali dua, yaitu lelaki dalam ayat di atas
dan isteri Fir’aun. Dalam ayat tersebut, lelaki dari keluarga Fir’aun itu
memiliki peran “meminimalisir” kejahatan Fir’aun terhadap Musa dan Bani Israel,
walaupun tidak jelas benar hasil lobinya.
Ada lagi dalam ayat lain tentang
peran “lelaki tersembunyi” pada masa Musa a.s.:
وَجَاءَ رَجُلٌ مِنْ أَقْصَى
الْمَدِينَةِ يَسْعَى قَالَ يَا مُوسَى إِنَّ الْمَلَأَ يَأْتَمِرُونَ بِكَ
لِيَقْتُلُوكَ فَاخْرُجْ إِنِّي لَكَ مِنَ النَّاصِحِينَ (القصص: 20)
“Dan
datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: “Hai
Musa, Sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk
membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) Sesungguhnya Aku termasuk
orang-orang yang memberi nasehat kepadamu”.
Banyak riwayat mengatakan tentang
siapa lelaki itu, salah satunya ada yang mengatakan dia bernama Syam’un.
Sedangkan riwayat lain, sebagaimana disebutkan dalam tafsir Ath-Thabary,
Qatadah mengatakan bahwa lelaki itu adalah lelaki mukmin dari keluarga Fir’aun.
Lelaki tersebut berperan sebagai informan rahasia bagi Musa a.s.
Adapun peran isteri Fir’aun, Asiyah
dalam Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
وَقَالَتِ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ
قُرَّةُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ
وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (القصص: 9)
“Dan
berkatalah isteri Fir’aun (Asiyah): “(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. janganlah kamu membunuhnya, Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita
atau kita ambil ia menjadi anak”, sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al-Qashash: 9)
Imam Ath-Thabary menjelaskan tentang
jawaban Fir’aun dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Abbas, bahwa setelah dikatakan
oleh Asiyah bahwa bayi itu akan menjadi penyejuk mata hati baginya dan bagi
Fir’aun, maka jawaban Fir’aun, “Itu penyejuk bagimu, adapun aku tidak
memerlukannya.” Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: Demi Dzat Yang digunakan
sumpah (oleh makhluknya), seandainya Fir’aun mengakui Musa sebagai penyejuk
baginya sebagaimana isterinya mengakui, sungguh Allah akan memberinya hidayah
sebagaimana isterinya, namun Fir’aun mencegahnya.”
Sirriyyah
Pada Masa Nabi Muhammad s.a.w.
Demikian pula Rasulullah s.a.w. juga
melakukan model dakwah sembunyi dan terang-terangan. Firman Allah s.w.t.:
فَاصْدَعْ
بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ (الحجر: 94)
“Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)
Ayat ini mengandung makna bahwa
sebelum turun ayat tersebut Rasulullah s.a.w. berdakwah secara
sembunyi-sembunyi, dan itu berlangsung hingga 3 tahun, tepatnya sampai masuk
Islamnya Umar bin Khaththab yang seiring dengan perintah dalam ayat di atas.
Adapun strategi lain yang pernah
dicontohkan Rasul s.a.w. tentang dakwah sembunyi-sembunyi ini sebagai berikut:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ
الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ
وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ
مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ
الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا (النساء: 83)
“Dan
apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan,
mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan
ulil Amri (tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan) di antara mereka, tentulah
orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari
mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah
kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di
antaramu).” (QS.
An-Nisa’: 83)
Menurut sebagian Mufassirin,
maksudnya ialah kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu
disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri, tentulah Rasul dan ulil amri yang ahli
dapat menetapkan kesimpulan (istinbat) dari berita itu.
Pilihan
Sirriyyah dan ‘Alaniyyah di Era Sekarang
Hingga era saat ini sirriyyah dan
‘alaniyyah tetap merupakan strategi yang ampuh dan digunakan olehh para
aktifis dakwah. Perwakilan IDB untuk Indonesia, Dr. Mahlani, pernah
mengatakan bahwa setiap strategi dan program-program IDB untuk umat Islam di
seluruh dunia, wajib hukumnya untuk kami rahasiakan. Demikian ungkap Mahlani
dalam forum pertemuan ilmiah di Salatiga, pada akhir tahun 2011 lalu.
Undang-Undang lokal maupun kode etik
internasional terkadang juga memaksa umat Islam di era kontemporer untuk
menentukan garis perjuangan, baik sembunyi atau terang-terangan. Semua itu
harus menjadi kesadaran mendalam para dai, untuk kemudian diputuskan langkah
yang tepat dalam menyukseskan dakwah. Try and Error tentu adalah sesuatu
yang biasa. Yang tidak biasa bagi kader dakwah adalah ketika ia tidak
pernah/tidak mau “try” sehingga tidak pernah “error” tindakannya. Padahal
sesungguhnya yang tidak pernah/tidak mau “try”melalui aktifitas fisik, yang
“error” memang “bukan tindakannya”, namun seringkali “hatinya yang error.” Wallahu
A’lam Bish-shawab.
Comments
Post a Comment