MAKALAH FIQIH MAJELIS SYURO DAN AHLUL HALI WAL AQDI
KATA PENGANTAR
Dengan musyawarah segala urusan
dapat terselesaikan dengan mudah, karena bersumber dari pemikiran yang berbeda
untuk mencapai mufakat, dalam hal apapun kedudukan musyawarah amat urgen,
termasuk ke dalam urusan pemerintahan yang mengatur banyak rakyat agar
kesejahteraan tercipta.
Tanpa adanya musyawarah tidak
menjamin masalah dapat terselesaikan dengan mudah, bahkan makin kacau dan tak
beraturan hingga mengorbankan berbagai pihak. Namun tidak semua urusan itu
selalu dimusyawarahkan, artinya untuk segala ketentuan yang sifatnya sudah
mutlak dan shahih misalnya ketentuan syariat yang telah tertuang dalam Quran
dan sunnah itu tidak perlu dimusywarahkan karena urusannya jatuh langsung dari
Allah Yang Maha Memutuskan Hukum dan Dia lah seadil-adilnya hakim.
Allah SWT menurunkan Islam melalui
Nabi Muhammad SAW, dengan kegigihan dan keteguhan hati beliau lah islam
berkembang meluas ke berbagai penjuru dunia, Islam adalah pencerminan tentang
kedamaian, keharmonisan, dan kesempurnaan di sisi Allah SWT.
Anggapan urgensi musyawarah ini
melatarbelakangi penyusun untuk membahas makalah yang berjudul Majelis Syuro
dan Ciri-Ciri Masyarakat Islam.
MAJELIS SYURO DAN AHLUL HALI WAL AQDI
A. Pengertian Majelis Syura Dan Ahlul Halli Wal ‘Aqdi
Majelis syuro adalah tempat dimana
di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki kearifan dan kecerdasan di dalam
mengatur kemaslahatan kemasyarakatan, serta mamu menyelesaikan masalah-masalah
pertahanan dan ketahanan, serta masalah-masalah kemasyarakatan dan politik.
Pengangkatan khalifah tidaklah dibenarkan, kecuali apabila mereka itulah yang
memilihnya serta membaiatnya dengan kerelaannya. Mereka itu lah yangdisebut
dengan wakil masyarakat pada bangsa-bangsa yang lainnya.[1]
Majelis syura adalah permusyawarahan
dalam segala urusan yang tidak ada nas qat’i dan tidak pula ijma’. Kata
Syekh Muhammad Rasyid Rida, “permusyawarahan inilah sepenting-pentingnya
kewajiban khalifah.” Sebenarnya permusyawarahan hendaklah dilakukan dalam
segala urusan, baik yang ada nas permusyawarahan tentang cara dan jalan men-tanfiz-kannya
ataupun yang tidak ada nas, permusyawarahan dilakukan secara ijtihadiyah yang
berdasar atas kemaslahatan. Keterangan syura ini ialah firman Allah surat
Asy-Syura ayat 38 dan firman Allah sebagai berikut :
“Dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya.”(Ali-Imran : 159).
Juga amal (praktik) yang dikerjakan
oleh Rasulullah Saw. Semasa beliau masih hidup. Beliau sering sekali
bermusyawarah dengan sahabat-sahabat beliau dalam urusan kenegaraan atau
kemasyarakatan yang perlu menjadi perhatian bersama.
Sungguhpun di masa hidup Rasulullah
Saw. belum diatur majelis-majelis perwakilan seperti yang ada di negara-negara
sekarang ini, dan mempunyai anggota tertentu dan terbatas, bersidang pada
tiap-tiap waktu yang ditentukan dan seterusnya mempunyai peraturan-peraturan
yang lengkap. Bahkan peraturan-peraturan itu di tiap-tiap Negara tidak sama,
tetapi praktiknya telah beliau kerjakan, guna menjadi kaidah syari’iyah untuk
umat kemudian. Bukankan agama islam itu untuk segala bangsa, maka perlu
disesuaikan dengan tiap-tiap tempat dan diselaraskan dengan segala masa,
sedangkan keadaan masyarakat dan pergaulan disuatu tempat atau disuatu masa
sering berbeda dari tempat-tempat atau masa-masa yang lain.
Maka kalau beliau menetapkan
peraturan yang sesuai dengan masa dan tempat beliau di waktu itu, beliau tidak
terlepas dari kekhawatiran, kalau-kalau disangka oleh umat beliau dikemudian
hari bahwa peraturan ini mesti begitu, tidak boleh diubah lagi, walaupun tidak
sesuai dengan keadaan tempat di masa itu, membutatuli, mengikuti susunan dan
peraturan yang ada saja, tidak memperhatikan tujuan dan gunanya permusyawarahan
itu disediakan. Karena itu, beliau menyerahkan cara dan bentuk permusyawarahan
itu pada kebijaksanaan umat, yang sesuai dengan masyarakat ditempat dan masa
mereka, selaras dengan keadaan dan kemaslahatan mereka diwaktu itu.[2]
Abu A’la al-Maududi, disamping
meyebutkan ahl al-hall wal-aqd, ahl-syura, juga menyebutkan dengan “dewan
penasehat” (consultative assembly).
Dari uraian para ulama tentang ahl
al-hall wal-aqd ini tampak hal-hal sebagai berikut:
- Ahl al-hall wal-aqd adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai wewnang untuk memilih dan membaiat imam.
- Ahl al-hall wal-aqd mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat.
- Ahl al-hall wal-aqd mempunyai wewenang membuat undang-undang yang mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secra tegas oleh Al-Quran dan Hadist.
- Ahl al-hall wal-aqd tempat konsultasi imam di dalam menentukan kebijakannya.
- Ahl al-hall wal-aqd mengawasi jalannya pemerintahan, wewenang no 1 dan 2 mirip dengan wewenang MPR, wewenang no 3 dan 5 adalah wewenang DPR, dan wewenang no 4 adalah wewenang DPA di Indonesia sebelum amandemen UUD 1945. [3]
sedangkan kewajibannya adalah
sebagai berikut:
- memberikan kekuasaan kepada khalifah
- memprtahankan negara dan aturan undang-undang yakni hukum syariat islam
- melakukan sunnah Nabi SAW, ijma’ para sahabat dan tabiin, qiyas.
- Melaksanakan yugas-tugas agama
- Mengatur dan menertibkan kehidupan masyarakat
- Mewujudkan keadilan yang sempurna.[4]
B. Syarat-Syarat Menjadi Anggota Majelis
Syuro
Al-Mawardi menyebut orang-orang yang
memilih khalifah ini dengan ahlul ikhtiyar yang harus memenuhi tiga syarat,
yaitu:
- Keadilan yang memenuhi segala persyaratannya
- Memiliki ilmu pengetahuan tentang orang yang berhak menjadi imam dan persyaratan-persyaratannya, serta untuk ijtihad di dalam hukum dan kasus-kasus hukum yang harus dipecahkan
- Memiliki kecerdasan dan kearifan yang menyebabkan ia mampu memilih imam yang paling maslahat dan paling mampu serta paling tahu tentang kebijakan-kabijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat.
C.
|
Hak dan kewajiban Majlis Syura
Majlis Syura, sebagaimana layaknya
lembaga perwakilan rakyat memiliki hak dan kewajiban, di antaranya sebagai
berikut :
|
|
1)
|
Mengangkat dan memberhentikan
khalifah (kepala negara)
|
|
2)
|
Berperan sebagai penghubung antara
rakyat dengan khalifah, yaitu mengadakan rapat atau musyawarah dengan
khalifah tentang berbagai hal yang berkenaan dengan kepentingan rakyat
|
|
3)
|
Membuat undang-undang bersama
khalifah untuk memantapkan pelaksanaan hokum Allah
|
|
4)
|
Menetapkan anggaran belanja negara
|
|
5)
|
Merumuskan gagasan demi cepatnya
pencapaian tujuan Negara
|
|
6)
|
Menetapkan atau merumuskan
garis-garis besar haluan Negara yang akan dilaksanakan oleh khalifah
|
|
7)
|
Selalu hadir dalam setiap
persidangan Majlis Syura
|
C. Hikmah Majelis Syuro
Dintara hikmah adanya majelis syuro
adalah sebagai berikut
- Adanya prinsip-prinsip musyawarah, pertanggungjawaban pemerintah, kewajiban taat kepada pemerintah di dalam hal-hal yang makruf, hukum-hukum di dalam keadaan perang dan damai, dan perjanjian antarnegara.
- Negara penting sekali dalam melaksanakan hukum-hukum Islam.
- Menolak bencana yang ditimbulkan oleh keadaan yang kacau balau akibat tidak adanya pemerintahan.
Referensinya mana?
ReplyDelete